Masjid Amru bin Al-Ash, Masjid Tertua di Mesir yang Awalnya Terbuat dari Pohon Palem

Masjid Amru bin Al Ash merupakan masjid tertua di Mesir yang dibangun oleh sahabat Nabi Muhammad SAW, Amru bin Al Ash. Pada 640, mengutip laman resmi Ministry of Tourism and Antiquities Mesir (Kementerian Pariwisata dan Barang Antik), Amru bin Al Ash menaklukkan Mesir dan mendirikan ibu kota pertamanya, Fustat. Jika melihat Kota Kairo masa kini, maka Fustat berada di dalam kota tersebut.

Setahun berlalu, Amru bin Al Ash mendirikan masjid tas perintah khalifah Umar bin Khattab. Masjid tersebut merupakan bangunan pertama di Fustat. Bahkan, mengutip Egyptian Streets, masjid yang juga disebut sebagai Masjid Antik dianggap sebagai universitas pertama, bertahun tahun sebelum adanya Universitas Al Azhar. Masjid tersebut kerap digunakan sebagai tempat pemberian khotbah agama, dan mempelajari ilmu Al Quran.

Bangunan tersebut mampu menampung hingga 5.000 siswa dalam satu waktu. Kendati Masjid Amru bin Al Ash dibangun atas perintah Umar bin Khattab, konon katanya alasan utama pembangunan dan posisi bangunan terdapat pada seekor burung merpati. Saat Amru bin Al Ash menaklukkan Mesir, dia mendirikan tenda di sisi timur Sungai Nil.

Sebelum berangkat ke medan pertempuran lain, dia menemukan bahwa seekor burung merpati telah meletakkan telur di tendanya. Melihat hal tersebut, dia tidak menyingkirkan tendanya. Usai kembali dari Alexandria, dia menyatakan situs tersebut sebagai ibu kota baru dan menamainya Fustat, artinya tenda. K Emudian, Masjid Amru bin Al Ash dibangun di lokasi tersebut pada tahun 641. Masjid dibangun menghadap langsung ke Sungai Nil. Lokasinya di sebelah utara benteng Babilon.

Dibangun menggunakan pohon palem Masjid dibangun di lahan seluas kisaran 1.500 hasta persegi, berukuran panjang 29 meter dan lebar 17 meter, digunakan untuk membangun masjid. Bentuk bangunan terbilang sederhana. Berbentuk kotak kecil terbuat dari kayu dan daun palem. Atapnya pun dibangun menggunakan batang pohon palem yang ditopang oleh kolom batang pohon palem, batu, dan lumpur.

Sementara lantainya ditutupi oleh batu kerikil, dan dinding dibuat dari lumpur. Dinding tidak menggunakan plester atau dekorasi apa pun. Di dalamnya tidak ada mihrab, melainkan empat kolom yang ditambahkan untuk menunjukkan arah kiblat. Bahkan, bangunan tidak memiliki menara masjid.

Pintu masuknya pun hanya satu di sisi utara, dan dua lainnya menghadap ke arah rumah Amru bin Al Ash pada saat itu. Pembangunan masjid dibantu oleh beberapa sahabat Nabi, termasuk Zubair bin Awwam dan Ubadah bin ash Shamit. Beberapa tahun setelah dibangun, masjid dijadikan sebagai tempat berkumpul komunitas Muslim, dan pasukan Amru bin Al Ash yang pada saat itu masih minoritas di Mesir.

Masjid Amru bin Al Ash mengalami beberapa kehancuran. Hal ini membuatnya harus mengalami banyak perubahan arsitektur. Oleh karena itu, sedikit sekali struktur masjid asli yang masih bertahan hingga kini.

Menurut Britannica, sangat sulit untuk mengetahui bentuk pertama masjid tersebut. Pada 698, Gubernur Bani Umayyah bernama Abdul Aziz bin Marwan menghancurkan dan membangun kembali masjid tersebut. Ada kemungkinan dia mengikuti ukuran asli bangunan.

Bani Abbasiyah yang berhasil merebut kekhalifahan dari Bani Umayyah membangun kembali Masjid Amru bin Al Ash pada 827. Ukurannya dilipat gandakan. Tidak berhenti sampai di sana, pada 1172 seorang jenderal pendiri Dinasti Ayyubiyyah bernama Yusuf bin Najmuddin al Ayyubi, juga dikenal Salahuddin Ayyubi, memulihkan Masjid Amru bin Al Ash setelah Fustat dibakar oleh para tentara Perang Salib (Crusader).

Usai melewati siklus kehancuran dan pemulihan secara berkala, masjid dibiarkan terbengkalai dengan kedatangan tentara Napoleon Bonaparte pada 1798. Saat ini, bangunan yang berdiri di Old Cairo adalah rekonstruksi Masjid Amru bin Al Ash yang dilakukan pada abad ke 20. Bangunan tersebut telah melewati serangkaian perubahan, pembesaran, penambahan dan modifikasi, hingga restorasi yang dilakukan melalui berbagai periode era Islam.

Kendati sedikit yang tersisa dari bangunan aslinya, namun rekonstruksi mempertahankan elemen desain dan karya ornamen dari berbagai periode sejarah bangunan tersebut. Kini, Masjid Amru bin Al Ash telah diperbesar dan atap dinaikkan. Kolom yang tadinya dibuat dengan batang pohon palem diganti oleh marmer. Dinding sudah tidak lagi kosong melainkan penuh dengan dekorasi. Pintu masuk dan menara masjid pun ditambah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *