Pakar Hukum Migas: Restrukturisasi Pertamina Bukan Pemisahan Perusahaan

Pakar hukum dan kebijakan migas Universitas Padjadjaran Ali Nasir menegaskan, restrukturisasi Pertamina bukan merupakan pemisahan perusahaan atau spin off. Justru yang terjadi adalah penguatan anak anak perusahaan, agar dapat bekerja lebih baik dan bergerak lebih optimal. “Bukan pemisahan. Pertamina membentuk subholding supaya fokus pada bisnis mereka, termasuk di hulu, hilir, dan kilang. Supaya lebih fokus dan bergerak lebih cepat. Kepemilikan saham kan masih Pertamina,” jelas Ali, yang juga mantan Legal Adviser Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC), di Jakarta hari ini.

Merujuk definisi pemisahan perusahaan pada Pasal 1 angka 12 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menurut Ali, pada restrukturisasi Pertamina tidak terjadi pemisahan seluruh aktiva dan pasiva BUMN tersebut kepada subholding, sebagaimana dimaksud Pasal tersebut. Padahal, lanjutnya, sesuai definisi Pasal tersebut, yang dimaksud pemisahan perusahaan adalah, perbuatan hukum yang dilakukan Perseroan untuk memisahkan usaha, yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum, kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih. Kalaupun subholding memiliki aktiva dan pasiva sendiri, imbuhnya, adalah wajar, karena sebagai perusahaan baru tentu harus memiliki aset. Dan juga, mereka harus mempunyai pembukuan yang wajib dikelola.

Tetapi yang harus ditegaskan, jelas Ali, bahwa aktiva dan pasiva bukan beralih dari induknya. Apalagi dalam Laporan Keuangan Pertamina, pembukuan subholding tersebut masuk ke dalam laporan konsolidasi,” urai Ali. Dengan demikian, Pertamina sebagai induk holding, memang hanya mengelola dan mengawasi anak anak usahanya. Karena secara teknis, yang bergerak adalah subholding. Dalam industri migas dunia, lanjut Ali, penguatan seperti yang dilakukan Pertamina sudah jamak ditemui. Termasuk di antaranya, Premier Oil di Inggris dan Exxon Mobil di Amerika Serikat. Exxon Mobil misalnya, meski memiliki beberapa anak usaha, tetapi semua menginduk pada satu perusahaan.

“Pembukuan induk tetap satu. Semua pembukuan dari anak anak usahanya masuk ke induk semua. Dan seperti yang dilakukan Pertamina, Exxon Mobil dan Premier hanya mengelola dan mengawasi anak anak usahanya. Banyak oil company seperti itu,” lanjut Ali. Dalam konteks itu pula, Ali justru mempertanyakan, jika pembentukan subholding Pertamina disebut merugikan keuangan negara. Pasalnya, keuntungan yang diperoleh subholding juga akan disetorkan ke Pertamina sebagai induk. Dan selanjutnya, Pertamina akan menyetorkan kepada Kas Negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *